Ibnuhayyan’s Weblog

TRIBUN BATAM/IMAN SURYANTO

Aparat dari Kesatuan Polisi Pengamanan Pelabuhan (KPPP), Jumat (29/2), bersiaga dan memperhatikan setiap wisatawan yang keluar masuk melalui Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre, sambil membagikan poster buronan teroris Mas Slamet Kastari. Penjagaan pelabuhan diperketat menyusul kaburnya Mas Slamet Kastari teroris Pimpinan Jamaah Islamiyah dari penjara di Singapura.

var so = new SWFObject(‘http://tv.kompas.com/video/mediaplayer.swf’,’mpl’,’298′,’225′,’8′);so.addParam(‘allowscriptaccess’,’always’);so.addParam(‘allowfullscreen’,’true’);so.addVariable(‘height’,’225′);so.addVariable(‘width’,’298′);so.addVariable(‘file’,’rtmp://stream.kompas-tv.com:443/default/’);so.addVariable(‘image’,’http://tv.kompas.com/images/stories/080909_s.jpg’);so.addVariable(‘id’,’080909_s’);so.write(‘player’);

pihaknya tidak pernah mendapat informasi dari Densus 88 yang menyebut Mabes Polri dan Kejagung jadi target serangan teroris. “Tidak ada, siapa bilang? Tidak ada, aman-aman saja,” bantah Abubakar, Minggu (26/10).

Meskipun keterangan sumber tersebut dibantah Kadiv Humas Polri, tapi pernyataan Kapolri Jendral Bambang Hendarso sebelumnya selaras dengan keterangan itu. Secara tidak langsung Kapoplri mengakui adanya ancaman teroris terhadap pejabat dan lembaga negara yang memerangi teror, termasuk Mabes Polri.

Hanya saja Kapolri tidak secara langsung menyebut secara langsung Mabes Polri dan Kejaksaan Agung menjadi sasaran teroris. Ia hanya menyebut secara umum. “Fokus sasaran sudah bergesar. Tidak lagi fokus pada yang berbeda aqidah, tapi lembaga pemerintah, termasuk pejabat-pejabat yang memerangi teroris,” ungkap Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Juimat (24/10), di Mabes Polri.

Pantauan PersdaNetwork, di Mabes Polri memang tidak ada peningkatan pengamanan secara mencolok. Semua masih standar. Hanya saja, sejak banyak aksi teroris, pengamanan Mabes Polri memang sudah cukup ketat.

Bila dulu semua kendaraan bisa masuk leluasa, beberapa tahun belakangan ini hanya anggota yang pegang kartus akses saja yang bisa masuk. Begitu juga untuk masuk gedung-gedung di Mabes Polri, semua pintu dipasang kunci otomatis yang hanya bisa diakses dengan kartu kusus. Semua tamu juga harus meninggalkan identitas di pintu penjagaan sebelum masuk ke komplek Gedung Mabes Polri.

Disamping ada regu piket di setiap pintu gerbang masuk dan keluar Mabes Polri, di setiap sudut pagar juga masih dipasang regu penjaga. Penjaga dari masing-masing pos-nya bisa memantau dan melihat langsung adanya pergerakan yang mencurigakan. Artinya, pengamanan standar yang dilaksanakan setiap harinya di Mabes Polri sudah cukup untuk mengantisipasi serangan teroris.

Berbeda dengan di Kejaksaan Agung. Pengamanan di Kejaksaan Agung sejak Jumat (24/10) sudah terjadi pengetatan yang cukup mencolok. Bahkan pengamanan tidak hanya dengan menggunakan Pamdal. Tapi juga melibatkan polisi untuk menjaga keamanan Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Hasanuddin, Jakarta itu. Beberapa polisi tampak ikut menjaga di pintu gerbang dan melakukan penggledahan. Pengendara sepeda motor dan pejalan kaki yang menggunakan jaket harus melepas jaketnya ketika akan memasuki pintu gerbang Gedung Kejasaan Agung.

Kedua lembaga ini memang yang terlibat langsung dalam memerangi teroris. Mabes Polri dengan Densusnya mengejar dan menangkapi anggota jaringan teroris. Beberapa diantaranya pimpinan teroris ditembak mati polisi, Dr Azahari salah satunya. Sementara kejaksaan Agung, yang melakukan penututan hukuman berat terhadap para tersangka teroris. Mereka juga yang melakukan eksekusi terhadap para terpidana mati kasus bom Bali I, Amrozi Cs.(PersdaNetwork/sugiyarto)
Sugiyarto
Sumber : Persda Network

KOMPAS/AGUS SUSANTO

M Maftuh Basyuni

/

JAKARTA, SENIN – Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni menilai, perilaku Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji yang menikahi anak berusia 12 tahun, bisa dikenai sanksi, sesuai pelanggaran yang dia lakukan.

Pernyataan itu disampaikan Maftuh seusai acara Halal Bihalal dan Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta,  Minggu malam (26/10).
Mengenai sanksi apa yang akan dikenakan, Maftuh menyerahkan kepada aparat yang berwenang. “Itu kan aparat yang akan bertindak,” ujarnya. Sebelumnya usai membuka Halaqah Pengembangan Pondok Pesantren di Hotel Mercuri, Menteri Maftuh menjelaskan, di Indonesia orang Islam terikat dengan dua ukuran. Di satu sisi sebagai muslim dia terikat pada syariat, sementara di sisi lain sebagai warga negara dia terikat pada hukum positif, dalam hal ini UU Perkawinan.

Karena itu ia setuju dengan langkah Komnas Perlindungan Anak yang akan menuntut Syekh Puji, karena perkawinan yang dia lakukan terhadap anak usia 12 tahun. “Dalam UU Tahun 1974 mengenai Undang-undang Perkawinan disebutkan batas minimal usia perkawinan”, katanya.

Hal senada disampaikan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr Asrorun Niam, menurutnya Syekh Puji akan dikenai sanksi sesuai aturan dalam undang-undang. “Perkawinan dia secara hukum fiqih memang, tetapi haram karena bisa menimbulkan dhoror (bahaya),” ujarnya.

Dikatakannya, secara syariah apa yang dilakukan Syekh Puji memang tidak dilarang dengan catatan bocah tersebut sudah mengalami menstruasi.

Namun dari sudut pandang hukum positif yang mengacu pada UU Perkawinan, pernikahan Syekh Puji tidak sah. Selain itu juga menimbulkan masalah dalam perlindungan anak.

Mengenai pernikahan yang dilakukan Syekh Puji dengan pernikahan sirri (bawah tangan), menurut Niam pernikahan itu meski sah secara agama, tapi dapat meniadakan hak-hak perdata pihak perempuan, demikian Asrorun Niam.

Sumber : Kompas